Whatever they say about me just BEE YOUR SELF

Kamis, 24 Mei 2012

SILSILAH, ASAL USUL dan HUBUNGAN HARO MUNTHE DENGAN TAMBA SERTA HARO MUNTHE TIDAK SAMA DENGAN HARO RAJA GUK-GUK

Silsilah Dan Asal Usul Haro Munthe

Naimbaton adalah nama seorang ibu istri pertama Tuan Sorimangaraja. Disebut Naiambaton karena anaknya bernama Siambaton yang disebut juga sebagai Tuan Sorba Dijulu atau Suli Raja. Menurut cerita Ibu Naimbaton inilah yang berpesan kepada anaknya Siambaton agar keturunannya bersatu. Sisada lulu anak si sada lulu boru artinya tetap merasa satu keluarga dan tidak saling mengawinkan anak antar sesama mereka di kemudian hari.

Tuan Sorba Dijulu (Siambaton) mempunyai empat orang anak;
- Simbolon Tua
- Tamba Tua
- Saragi Tua
- Munthe Tua

Terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah anak Tuan Sorba Dijulu, dimana ada yang mengatakan mempunyai 4 (empat) orang anak, dan juga ada yang mengatakan mempunyai 5 (lima) orang anak, dan anak yang ke-5 adalah bernama Nahampun Tua.

Munte Tua yang merupakan anak ke-4, dari Naimbaton mempunyai 3 orang anak, yaitu;
- Ompu Raja Panguruan
- Ompu Jelak Maribur
- Ompu Jalak Karo

Ompu Jelak Maribur mempunyai 2 orang anak, yaitu;
- Ompu Saha Hulubalang (Parsanti Ulu Balang)
- Raja Isora

Raja Isora mempunyai 1 (satu) orang anak yang bernama Datu Morani Aji. Kemudian Datu Morani Aji mempunyai 3 (tiga) orang anak, yaitu;
- Ompu Pamarpar
- Ompu Toga Raja
- Ompu Tuan Nabue

Ompu Pamarpar  mempunyai 2 (dua) orang anak, yang bernama Ompu Sait Pagar, dan Ompu Tinumpahan. Pada kisahnya, Ompu Tinumpahan dari Negeri Tamba kemudian pergi ke Humbang tepatnya di Dolok Sanggul, untuk menjumpai saudaranya Ompu Saha Ulu Balang (Parsanti HuluBalang) yang saat itu masih menggunakan marga Siambaton.

Menurut sejarah bahwa salah seorang keturunan dari Munte Tua ada yang bergelar Raja Parultop yang menjadi marga Haro Munte. (Siapakah Dia?? ikuti Sejarah Marga Haro Munthe selanjutnya....)

 Haro Munthe Tidak Sama Dengan Haro Raja Guk-Guk

(Raja Parultop dikenal sebagai seorang dukun besar yang dulunya tinggal di Huta Sibabiat Negeri Tamba, yang mempunyai sebuah ULTOP (merupakan sejenis senjata zaman dulu yang terbuat dari bambu) yang mana ULTOP-nya berlilit kulit Lintah yang sampai saat ini masih disimpan dengan baik oleh keturunannya di Huta Sibabiat Negeri Tamba).

 Keturunan Raja Parultop di Negeri Tamba menurut sejarah memakai marga Haro Munthe. Setelah beberapa keturunan Haro Munthe berada di Negeri Tamba, suatu ketika datanglah marga Haro Raja Guk Guk ke Negeri Tamba yang bernama Ompu Djohana yang keturunannya sekarang ini adalah keturunan dari Ompu Tuan Lada.

Dengan demikian tinggallah di Negeri Tamba 2 marga yang sama-sama memakai Haro yaitu Haro Munthe dan Haro Raja Guk Guk. Karena sama-sama memakai marga Haro, masyarakat kadang-kadang bingung mana yang Haro Munthe, dan mana yang Haro Raja Guk Guk. Kadang kala juga masyarakat menganggap mereka sama, akan tetapi kenyataannya Haro Munthe adalah keturunan dari Munte Tua, yaitu anak ke-4 dari Raja Naimbaton, sedangkan Haro Raja Guk Guk adalah perpecahan dari marga Raja Guk Guk yang parsadaannya adalah Si Raja Lontung.

Untuk mengatasi keragu-raguan masyarakat terhadap siapa Haro Munthe, dan siapa Haro Raja Guk Guk terutama yang berada di Negeri Tamba, maka pada Tahun 1962 Haro Munthe yang berada di Negeri Tamba, maupun di perantauan mengadakan Pesta Partamiangan selama 3 hari berturut-turut yang juga dihadiri oleh abang/adiknya Marga Munthe yang berada diluar Negeri Tamba, seperti Munthe dari Dolok Sanggul, Sidi Kalang, Pollung, dan dari Huta Hauganjang.

Dalam acara pesta tersebut, pada saat menari (manortor) yang diikuti Haro Munthe bersama abang adiknya sambil memegang ULTOP pusaka peninggalan Raja Parultop. Kemudian setelah pesta partamiangan selesai, maka jelaslah diketahui oleh masyarakat umum bahwa antara Haro Munthe dan Haro Raja Guk Guk yang ada di Negeri Tamba tidak ada hubungan silsilah marga sama sekali, dan Haro Munthe yang ada di Negeri Tamba, banyak mempunyai abang adik yang berada di luar Negeri Tamba terutama Munthe yang ada di Humbang (Dolok Sanggul).

Bagi Masyarakat Batak yang ada diperantauan maupun yang tinggal di Bona Pasogit selalu bergabung ke persadaannya misalnya; marga Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Aritonang, Siregar, parsadaannya adalah Si Raja Lontung. Kemudian contoh lain seperti marga Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, Munte Tua, Nahampun Tua, persadaannya adalah Naimbaton dan begitu jua marga-marga lain yang semuanya ada persadaannya.

Sebagai mana telah kita jelaskan sebelumnya Naimbaton adalah nama seorang Ibu yaitu nama isteri pertama Tuan  Sorimangaraja nama itu melekat padanya adalah karena nama anaknya Siambaton, nama Naimbaton inilah yang menjadi nama untuk keturunan Siambaton atau Tuan Sorbadijulu lebih popular nama itu diakronimkan PARNA (Parsadaan Naimbaton). Namun Setelah kongres PARNA tahun 1946 di Sibolga, singkatan PARNA berubah menjadi Parsadaan Raja Naimbaton.

Kalau melihat silsilah masyarakat Batak bahwa Raja Naimbaton adalah sundut ke-4 (empat), dan Ompu Djelak Maribur (Datu Parultop) adalah sundut ke-6 (enam) dengan demikian perkawinan Ompu Djelak Maribur (Datu Parultop) ke salah seorang boru dari marga Tamba Lamban Tonga-Tonga adalah bertentangan dengan apa yang dipesankan oleh Naimbaton sebagai mana telah dijelaskan diatas.
Sekarang timbul pertanyaan;

Bagaimana kedudukan keturunan Ompu Djelak Maribur (Datu Parultop) Haro Munthe selama ini dalam wadah Persadaan Raja Naimabaton (PARNA)..??

Jelas bagi keturunan Ompu Djelak Maribur (Datu Parultop) hal ini sering merupakan permasalahan dan tanda tanya apakah masuk PARNA atau tidak oleh karena sering timbul permasalahan sehingga ada beberapa oarang bermarga Haro Munthe mengaku dirinya Haro Raja Guk-Guk walaupun di Marga Raja Guk-Guk tidak jelas kedudukannya menurut silsilah.

Untuk mengatasi permasalahan dari keragu-raguan tersebut diatas udah sering dilakukan musyawarah oleh para tua-tua adat yaitu di Bona Pasogit Negeri Tamba dan puncaknya adalah musyawarah pada Tanggal 15 September 1982 di Kota Medan, yang dihadiri oleh utusan  dari Bona Pasogit Negeri Tamba mewakili Haro Munthe si Tolu Ama yaitu Ompu Jahipas Munthe, utusan dari kabupaten Labuhan Batu adalah Ompu Parsaoran Munthe, utusan dari kota Medan sekitarnya Amani Robinson Munthe, utusan dari Dolok Sanggul adalah Apu Munthe, utusan dari Tongging adalah guru Nathan Munthe, Letkol N. Munthe, dan St. M. Munthe, musyawarah tersebut juga dihadiri oleh Ketua Umum Pengurus Munthe/boru kota Medan sekitarnya, yaitu St. Maraden Munthe.

Hasil musyawarah adalah; terhitung sejak hari Sabtu tanggal 10 September 1982 Haro Munthe yang ada di Bona Pasogit Negeri Tamba dengan Haro Munthe yang merantau dari Bona Pasogit diseluruh Indonesia/Dunia supaya hanya memakai marga MUNTHE.

Hasil musyawarah tersebut diatas memang sangat berat untuk dilaksanakan terutama bagi mereka yang tinggal di Bona Pasogit, dan mengambil boru tulangnya, dan juga bagi mereka yang sudah dewasa yang mana dalam dokumen katakanlah seperti; akte kelahiran, ijazah, dan dokumen lainnya sudah memakai marga haro munthe, namun demikian kami menyarankan kepada seluruh marga haro munthe terutama generasi muda supaya melaksanakan hasil musyawarah tersebut diatas.

Hubungannya Haro Munthe Dengan Tamba

Sudah merupakan suatu kebiasaan bagi warga masyarakat batak, orang tua selalu menganjurkan kepada anaknya laki-laki (terutama yang sulung) untuk mengawini paribannya (mangalap boru ni tulangna), dulu kebiasaan ini sering terjadi seseorang kawin dengan paribannya/boru tulangnya.

Dalam adat yang hidup pada keluarga batak bila seseorang anak pertama mau berencana kawin akan tetapi tidak kepada paribannya/boru tulangnya selalu diusahakan MANULANGI TULANGNYA, tujuannya adalah meminta doa restu agar si pemuda tadi jodoh dengan calon istrinya dan kalau sudah mengikat perkawinan supaya keluarga tersebut menjadi keluarga yang harmonis, karena ada kalanya si tulang selalu mengharap bahwa berenya akan menjadi menantunya apabila kebetulan ada boru dari tulang yang sepadan umurnya dengan berenya, dan apabila seorang pemuda yang berencana kawin tanpa pamit dengan tulangnya sedangkan boru tulangnya ada yang tepat yang sudah dewasa dan sepadan hal ini dapat berakibat renggangnya hubungan kekerabatan.

Dari uraian diatas sangatlah jelas bahwa seorang anak laki-laki (pemuda) kalau mau kawin selalu mencari boru ni tulangnya setidak-tidaknya yang semarga dengan ibunya, kebiasaan ini pada zaman dulu sangatlah banyak kita jumpai tapi pada zaman sekarang ini kebiasaan tersebut sudah semakin ditinggalkan terutama mereka yang tinggal di perantauan/perkotaan.

Dalam sejarah Haro Munthe sebagaimana telah diuraikan pada halaman terdahulu bahwa Ompu Djalak Maribur (Datu Parultop) adalah keturunan Munte Tua dengan demikian jelas marganya adalah Munthe. Akan tetapi karena sesuatu hal yang terjadi akibat perbuatan Datu Parultop terhadap anak boru dari marga Tamba Lumban Tonga-Tonga sehingga pada saat itu Datu Parultop yang bermarga Munthe itu direstui mengawini perempuan yang telah disembuhkan dari penyakitnya. Akan tetapi dibelakang marganya ditambah kata Haro akhirnya jadi Haro Munthe.

Dengan kawinnnya Ompu Djelak Maribur (Datu Parultop) keturunan Munte Tua dengan boru dari marga Tamba Lumban Tonga-Tonga maka sejak itulah keturunan Ompu Djelak Maribur memanggil tulang kepada Tamba Lumban Tonga-Tonga dan anak keturunan Datu Parultop adalah bere Tamba Lumban Tonga-Tonga. Sesuai dengan kebiasaan yang hidup di masyarakat Batak sebagai mana telah diuraikan diatas tidaklah salah seorang laki-laki mengawini boru ni tulangnya malah inilah yang paling didambakan oleh para orang tua terutama zaman dulu.

Jadi apabila ada keturunan dari Ompu Djelak Maribur (Datu Parultop) yang mengawini boru dari marga Tamba Lumban Tonga-Tonga adalah yang mengambil Paribannya atau Boru ni Tulangnya, dan hal ini sudah berlangsung secara turun temurun sejak beberapa ratus tahun yang lalu, terutama di Bona Pasogit (Negeri Tamba). Dengan majunya zaman terutama setelah merdeka banyak orang batak yang merantau keluar tanah kelahirannya dan sampai saat ini orang batak telah banyak di perantauan khususnya di kota-kota besar yang ada di Indonesia.


Sumber : Djabaik Paulus Munthe, SH Blog. http://haro-munthe.blogspot.com/search/label/Home

Selasa, 22 Mei 2012

Humpasa Mangampu Pasu-pasu Sian Hula-Hula

Humpasa Mangampu Pasu-pasu Sian Hula-Hula



Doding ni doding, doding ni Mandalasana
Angka paspasumuna i sai unang ma muba unang sesa

Naung sampulu sada ma jumadi sampulu tolu
Angka paspasumuna i sai anggiat ma padenggan ngolungolu

Naung sampulu pitu jumadi sampulu ualu
Angka pasupasumuna i sai hot mai di tonga ni jabu

Topi ni Aek Puli dalan tu huta Tongatonga
Sai sahat ma pasupasumuna i, unang muba unang longa

Songgop sirubaruba tu dangka ni hapadan
Angka paspasumuna i sai dijangkon tondi dohot badan

Mardangka jabijabi marbulung ia situlan
Angka pasupasumuna i sai sude ma i dipasaut Tuhan

Bulung ni team ma tu bulung ni situlan
Ba molo tarbahen sai topot hamu hami ganup bulan
Ba molo so boi bulung situlan ba pinomat bulung salaon
Ba molo so boi ganup bulan pinomat tolu hali sataon

UMPASA NI HALAK BATAK

Umpasa Na Lao Marsirang

Pidong sitapitapi, habang diatas hauma
Horas ma hamu na hupaborhat hami
Horas hami na tininggalhonmuna

Dolok ni Panampahan, tondongkon ni Tarabunga
Sai horas ma hamu dipardalanan songoni dung sahat tu inganan muna

Tombak ni Sipinggan di dolok ni Sitapongan
Di dia pe hita tinggal, sai tong ma hita masihaholongan

Eme sitambatua parlinggoman ni siborok
Amanta Debata do silehon tua, sai luhutna ma hita diparorot

Mangerbang bungabunga, ditiur ni mata ni ari
Selamat jalan ma dihamuna, selamat tinggal ma di hami 


Umpasa Lao Mangadopi Natua-Tua
Andor halumpang ma togutogu ni lombu dohot togutogu ni horbo laho tu Lapogambiri
Sai saur ma hamu leleng mangolu paihutihut pahompu sahat tu na marnono dohot marnini

Tinpu bulung ni sabi nibutbut pinaspashon
I dope na tarpatupa hami ba i ma jolo tahalashon

Hata sian undangan tu natuatua i:Polta bulan i Ama ni Manggule: Ro nuaeng angka pomparanmu mamboan sipanganon ba dohot hami mauliate

Tubu ma singkoru di dolok ni Simamora
Sai torop ma anak dohot boru na basa jala sisubut roha

Tubu dingindingin jonok tu simartolu
Horas ma tondi madingin pir tondi matogu
Sai ro ma nipi na uli sai leleng hamu mangolu
Haliangan ni nono dohot nini raphon anak dohot boru

Hata ni undangan tu ianakkon na mamboan sipanganon :Binolus Purbatua laho tu Parsingkaman
Naburju marnatuatua ingkon sai dapotan pandaraman
Laho pe ibana mangula sai na dao ma parmaraan
Sai dapotsa na niluluan sai jumpang na jinalahan

Taringot di sipanganon na binoanmuna tu natuatua i :
Disi do gandina, disi do nang gandona
Disi do daina disi do nang tabona
Sirsir ansimna jala hona dohot asomna

Asa dohonon nami ma :
Bagot na marhalto ma di ladang ni Panggabean
Horas ma hami na manganhon, lam martamba sinadongan di hamu na mangalean

Ia siula tano do hamu ba on ma dohononnami :
Binanga ni Sihombing binongkak ni Purbatua
Tu sanggar ma amporik tu lombang ma satua
Sai sinur ma pinahan gabe na niula

Molo partigatiga do hamu ba on ma dohonon namu :
Tinampul bulung bira bahen saong laho tu ladang
Sai mangomo ma hamu sian tigatiga ba sai maruntung ma sian dagang

Molo tung sipata rugi hamu ba sai dapot nian nidok ni umpasa :
Soban rantingranting soban ni Sijamapolang
Ba molo rugi hamu sian antinganting, ba sai mangomo ma sian golang

Molo pegawai do hamu ba on ma dohonon nami :
Tinapu bulung salaon dongan ni bulung si tulan
Ba sai naek pangkat ma hamu ganup taon, sai tamba gaji tiap bulan

Molo adong di hamu na so hot ripe dope on ma dohonon nami:
Parik ni Lubutua hatubuan ni bulu duri
Na burju marnatuatua sai ingkon dapotan rongkap na uli

Baangkup ni i :
Molo adong disi hulingkuling sai adong ma disi holiholi
Molo adong disi na so muli sai adong do rongkap ni i naso mangoli

Sahatsahat ni solu ma sahat di rondang ni bulan
Sai leleng ma hamu mangolu jala sai dipasupasu Tuhan 



Umpasa di Tikki Mangapuli


Jotjot do tadok : Tua na so taraithon, Soro ni ari na so tarhaishon

Alai dumenggan do dohonon umpasa on :
Ramba ni Sipoholon marduhutduhut sitata
Las ni roha dohot sitaonon sude do i sian Amanta Debata
Asa :
Hau ni Gunungtua, dangkana madaguldagul
Tibu ma dilehon Tuhanta dihamu tua, jala tibu hamu diapulapul

Poltak bulan tula, binsar ia mata ni ari
Tibu ma ro tu hamu soritua, singkat ni sori ni ari

Angkup ni i :
Hotang binebebebe, hotang pinilospulos
Unang iba mandele, ai godang do tudostudos

Tamba muse :
Hotang benebebebe, hotang ni Siringkiron
Unang iba mandele, ai godang dope sihirimon

On pe :
Dolok ni Simalungun ma tu dolok ni simamora
Sai salpu ma angka na lungun, hatop ma ro silas ni roha
 lagu KARO: Harto Tarigan - Medan Jakarta

http://www.4shared.com/mp3/JEzAjKrV/Lagu_Karo_Harto_Medan_jakarta_.html

Minggu, 20 Mei 2012

HOME SWEET HOME.......
BONA PASOGIT.......
TEMPAT KELAHIRAN.....
I MISS YOU.............

SEJARAH MARGA MUNTHE

Raja Nai Ambaton/Tuan Sorba Dijulu adalah anak sulung dari Tuan Sorimangaraja. Tuan Sorba Dijulu dikatakan memiliki 4 orang anak namun ada juga yang mengatakan 5 orang anak, namun Tuan Sorba Dijulu hanya memiliki satu orang boru yang menikah dengan Raja Silahisabungan dan melahirkan anaknya yang diberi nama Silalahi Raja. Anak Tuan Sorba Dijulu/Nai Ambaton adalah 
1. Simbolon Tua
2. Tamba Tua
3. Saragi Tua
4. Munthe Tua
5. Nahampun Tua
6. Sada boru Pinta Haomasan

 Sekilas perjalanan Pomparan Raja Nai Ambaton dohot Pinomparna
Diperkirakan Op. Tuan Sorba Dijulu tinggal di sekitar Pusuk Buhit, dengan istrinya nai ambaton yang merupakan boru pinompar ni Guru Tatea Bulan yang diketahui nama op. boru itu adalah Siboru Anting Bulan yang marhuta di huta Parik Sabungan (sudah ada yang pernah datang ketempat ini).
Diperkirakan Tuan Sorba Dijulu merantau ke Dolok Paromasan, disinilah lahir anak-anaknya Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, Munthe Tua (kita buat 4 dulu anaknya Tuan Sorba Dijulu karena Nahampun masuk Simbolon) dan satu borunya Pinta Haomasan.
Namun di satu sisi Tuan Sorba Dijulu dikatakan memiliki 2 orang istri, istri pertama anaknya adalah Simbolon Tua sedangkan dari istri kedua anaknya adalah Tamba Tua, Saragi Tua, dan Munthe Tua. Namun ketika itu dari istri pertama lama lahir Simbolon Tua, sehingga lebih dulu lahir Tamba Tua dari istri kedua. Setelah lahir Tamba Tua terlebih dahulu lahirlah Simbolon Tua dari istri pertama, namun tidak diketahui apakah Saragi Tua dan Munthe Tua dulukah yang lahir baru Simbolon Tua, atau Simbolon Tua dulukah kemudian lahir Saragi Tua dan Munthe Tua dari istri kedua. Namun menurut perkiraan kembali, lebih dulu lahir Saragi Tua baru Simbolon Tua kemudian Munthe Tua, ini menurut analisa generasi dari tiap-tiap keturunan yang ada hingga saat ini.
Lambat laun anak-anak dan boru Tuan Sorba Dijulu bertumbuh besar, sampai pada akhirnya Tamba Tua yang secara usia lebih sulung dari anak-anak Tuan Sorba Dijulu dengan Simbolon Tua yang merasa dialah anak siakkangan karena lahir dari istri pertama bertengkar berebut hak kesulungan, sampai pada akhirnya pertengkaran ini didengar Tuan Sorba Dijulu, akhirnya Tuan Sorba Dijulu dengan bijaksana menentukan siapakah yang pantas dan memang sebenarnya yang menjadi sulung di Tuan Sorba Dijulu, akhirnya Tuan Sorba Dijulu mengadu kedua anaknya, dikatakan siapa yang berdarah atau terluka, dialah yang sianggian dan siapa yang tidak dialah siakkangan. Maka diberikan senjata yang sama kepada mereka berdua, senjata tersebut berupa ‘ultop’, namun ultop yang diberikan kepada Tamba Tua adalah ultop yang ujungnya tumpul, sedangkan ultop yang diberikan kepada Simbolon Tua adalah ultop yang runcing dan tajam. Dan akhirnya rencana Tuan Sorba Dijulu pun berhasil, Tamba Tua terluka dan berdarah dan secara otomatis menunjukkan Simbolon Tualah anak siakkangan, ini merupakan cara Tuan Sorba Dijulu kepada mereka tanpa membuat tersinggung mereka, tanpa adanya pemikiran pilih kasih.
Semenjak hal tersebut, kejadian itu membuat Tamba Tua, Saragi Tua dan Munthe Tua untuk pergi meninggalkan Dolok Paromasan, hingga akhirnya mereka menemukan tempat baru di kecamatan Sitio-tio dan diberi nama Huta Tamba, disinilah tinggal Tamba Tua, Saragi Tua, dan Munthe Tua. Namun tidak alama pomparan Saragi Tua akhirnya merantau ke daerah Simanindo. Lama pomparan mereka terus berkembang hingga membuat pinomparna pergi merantau ke luar huta Tamba, akhirnya pomparan Tamba Tua banyak yang merantau dan sebagian tinggal pomparannya di huta Tamba, mereka inilah yang terus menggunakan marga Tamba hingga saat ini, sedangkan pomparan Tamba Tua yang merantau pada akhirnya menjadi marga mandiri, dan kebanyak mereka merantau ke daerah Simanindo, adapun marga-marga mandiri keturunan Tamba Tua ini adalah Siallagan, Turnip, Si Opat Ama (Sidabutar, Sijabat, Siadari, Sidabalok), Rumahorbo,  napitu dan Sitio. Di satu sisi, pomparan Saragi Tua hampir semua meninggalkan huta Tamba dan hidup mandiri ke daerah Simanindo dan lain-lain, begitupun juga dengan pomparan Munthe Tua yang merantau ke karo, barus, simalungun, dan balik ke daerah pangururan dan lain-lain, namun masih ada sebagian dari Pomparan Munthe Tua ini yang hingga saat ini tinggal dan menetap di Huta Tamba. 
Di satu sisi ada cerita yang mengatakan semenjak kejadian perebutan hak sulung, Tamba dan adiknya ingin dibunuh oleh Simbolon Tua karena dendam kepada Tamba Tua yang telah merebut hak kesulungannya, namun rencana itu diketahui itonya Pinta Haomasan, dan Pinta Haomasan menyuruh mereka untuk pergi dari Dolok Paromasan.
Suatu ketika, datanglah keturunan Saragi Tua, dari Op. Tuan Binur yang diwakili oleh Si Mata Raja datang ke tanah Tamba untuk mengambil warisan sang ayah dan sang opung yang ada di tanah Tamba, dan pada saat itu disambut oleh Tamba bersaudara, setalah Mata Raja melaksanakan tugasnya Mata Raja bertemu dengan Siallagan dan Turnip yang pada waktu itu berperang melawan kerajaan dari Simalungun, maka karena Siallagan dan Turnip merupakan saudaranya dibantulah mereka, sekilas akhirnya Mata Raja berhasil mengusir musuh hingga lari ketar-ketir. Sejak saat itu, maka Siallagan dan Turnip merasa sangat senang, maka dibuatlah padan diantara mereka bertiga, dan Mata raja diajak untuk tinggal bersama mereka, namun Mata Raja tidak mau dan lebih memilih untuk kembali ke tempatnya.
Di satu sisi, keturunan Munthe Tua banyak yang sudah merantau, salah satunya Pangururan. Keturunan sulung Munthe Tua Raja Sitempang lahir dengan keadaan cacat fisik, sehingga dia diasingkan oleh orangtuanya, disana dia bertemu dengan si boru marihan yang juga lahir dengan keadaan cacat fisik, anak dari Raja Sitempang adalah Raja Na Tanggang yang merantau ke Pangururan dan menikahi boru Naibaho sehingga menetap dan tinggal di Pangururan, di lain pihak ternyata adik dari boru Naibaho istri Raja Na Tanggang ini dinikahi oleh keturunan Simbolon Tuan Nahoda Raja, keturunan dari Simbolon Tua/boru Limbong. Mulai disinilah terjadinya perbedaan pandangan karena Raja Na Tanggang yang merupakan keturunan dari Munthe Tua menikahi boru naibaho siakkangan menganggap dialah siabangan daripada Simbolon Tuan Nahoda Raja yang merupakan anak Simbolon Tua yang menikahi boru naibaho siampudan. Muncullah katai damai dari Tulang, rap marsihahaan rap marsianggian. Karena Sitanggang dan Simbolon telah menikahi boru Raja Naibaho, maka diberikanlah kepada Sitanggang dan Simbolon bius sebagai boru. Itulah yang dikenal dengan nama bius si tolu aek horbo. Keturunan Raja Sitempang, Sitanggang Bau pun bertemu dengan Gusar yang merupakan generasi ke 13 si Raja Batak yang ketika itu membantu Sitanggang Bau melawan musuhnya. Anak-anak Munthe Tua yang kedua dan ketiga yaitu Ompu Jelak Maribur dan Ompu Jelak Karo yang merantau ke Simalungun, dan Ompu Jelak Karo ke tanah karo, jadi salah bila beranggapan Munthe itu berasal dari karo, jadi dari kedua ompu inilah yang masih menggunakan marga leluhurnya, namun bagi yang di karo menjadi marga mandiri seperti Ginting sama seperti anak siakkangan Munthe Tua yang menjadi marga mandiri Sitanggang.
Namun ketika jaman Belanda, dimana Belanda untuk menguasai kekayaan bumi yang ada di samosir di Pangururan memanggil raja-raja untuk dijadikan kepala nagari, begitu juga dengan Sitanggang yang diberikan daerah kekuasaan dengan menjadi Raja Pangururan karena dia memiliki sebagian besar bius karena menikahi boru siakkangan Naibaho. Diperkkirakan disinilah terjadinya turut campur Belanda dalam mencampuri dan membuat berantakan tarombo, karena banyak raja-raja pada waktu itu tidak datang dan diwakilkan oleh adiknya atau kepercayaannya yang masih satu marga, namun tidak disangka mereka ditawarkan menjadi kepala nagari, ada yang tergiur dan ada yang menolak hingga mereka yang dijadikan kepala nagari itu yang merupakan utusan dari raja daerah/abangnya mengaku sebagai abangan karena telah menjadi kepala nagari.
Dolok Paromasan terletak di daerah Pangururan, namun Dolok Paromasan ini adalah miliki Tuan Sorba Dijulu lain dengan kota Pangururan.

PINTA HAOMASAN
Namboru Pinta Haomasan adalah boru sasada Tuan Sorba Dijulu yang tinggal di Dolok Paromasan bersama dengan itonya Simbolon Tua, karena itonya Tamba Tua dan adik-adiknya pergi meninggalkan akibat kejadian hak sulung. Namboru Pinta Haomasan muli ke Raja Silahisabungan dengan anaknya Silalahi Raja, karena pada saat itu pariban Silalahi Raja hanya ada dari boru tulangnya Simbolon Tua, karena ketiga tulangnya telah meninggalkan huta, maka Silalahi Raja mengambil boru Tulangnya dari Simbolon Tua hingga beberapa generasi. Karena mengambil boru tulangnya dari Simbolon, maka sama seperti yang dilakukan oleh Raja Naibaho kepada Simbolon maka dilakukan juga hal tersebut kepada Silalahi Raja, diberikannlah bius boru kepada Silalahi Raja, namun karena Simbolon Tua sadar bahwa tanah leluhurnya Tuan Sorba Dijulu di Dolok Paromasan bukanlah hanya miliknya, maka bius Tamba Tua, Saragi Tua dan Munthe Tua ikut diberikan didalamnya.
Bius disini bius di Dolok Paromasan berbeda dengan bius Pangururan yang diberikan Raja Naibaho, karena diperkirakan Pangururan adalah wilayah kekuasaan Tuan Sorimangaraja.
Marga Parna di Pak-pak dan Aceh
Banyak marga-marga parna yang merantau ke tanah pak-pak dan menjadi besar, mulai dari keturunanya di Pak-pak dari keturunan Simbolon Tuan, Sigalingging dan Munthe. Misalnya Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turuten, Pinayungan, Nahampun, dll, begitu juga marga Saraan, Kombih dan Berampu yang berada di sekitar Aceh (Singkil). 
 Horong Marga-Marga Parna
SIMBOLON TUA
1. Simbolon Tuan Nahoda Raja
2. Tinambunan
3. Tumanggor
4. Pasi
5. Maharaja
6. Turuten
7. Pinayungan
8. Nahampun
9. Simbolon Altong Nabegu
10. Simbolon Pande Sahata
11. Simbolon Juara Bulan
12. Simbolon Suhut Ni Huta
13. Simbolon Rimbang
14. Simbolon Hapotan
TAMBA TUA
1. Tamba
2. Siallagan
3. Turnip
4. Sidabutar
5. Gusar (keturunan Sijabat - Padan Sitanggang)
6. Sijabat
7. Saragi Dajawak (Sijabat di Simalungun)
8. Ginting Jawak (Sijabat di Karo)
9. Siadari
10. Sidabalok
11. Rumahorbo
12. Napitu
13. Sitio
14. Sidauruk

SARAGI TUA

1. Simalango
2. Saing
3. Simarmata
4. Nadeak
5. Sumbayak
6. Sidabukke (sudah keluar dari parna)

MUNTHE TUA
1. Sitanggang bau
2. Sitanggang lipan
3. Sitanggang upar
4. Sitanggang silo
5. Manihuruk
6. Sigalingging
7. Garingging
8. Tendang
9. Banuarea
10. Boang Manalu
11. Bancin
12. Bringin
13. Gajah
14. Brasa
15. Manik Kecupak
16. Saraan
17. Kombih
18. Berampu
19. Munthe
20. Haro
21. Siambaton
22. Saragi Damunte
23. Dalimunthe
24. Ginting Baho,
25. Ginting Beras,
26. Ginting Capa,
27. Ginting Guru Putih,
28. Ginting Jadibata,
29. Ginting Manik,
30. Ginting Munthe,
31. Ginting Pase,
32. Ginting Sinisuka,
33. Ginting Sugihen,
34. Ginting Tumangger
* Namun ini masih membutuhkan penyempurnaan yang lebih lagi

Pesan atau Tona dari Ompung Raja Nai Ambaton tu Pinomparna PARNA
 Di hamu sude pinomparhu na mamungka huta di desa naualu di Tano Sumba, di na manjujung baringin ni Raja Harajaon ni Raja Isumbaon. Partomuan ni aek Partomuan ni Hosa. Mula ni jolma tubu, mula ni jolma sorang. Asa tonahonon ma tonangkon tu ganup pinomparmu ro di marsundut-sundut. Asa sisada anak, sisada boru…. Hamu sisada lungun, sisada siriaon, naunang, natongka, na so jadi masibuatan hamu di pinompar muna manjujung goarhu Si Raja Nai Ambaton Tuan Sorba di Julu Raja Bolon. Asa ise hamu di pomparanhu namangalaosi tonangkon, tu hauma i sitabaon, tu tao ma i sinongnongon, tu harangan mai situtungon. Sai horas horas ma hamu sude pinomparhu di namangoloi podangki.
Sumber : berdasarkan hasil analisa, diskusi dan penelitian peneliti

Sumber Kutipan:
http://www.facebook.com/note.php?note_id=135079819909663
http://www.facebook.com/notes/psbi-simbolon-jawa-timur/sejarah-parna/136834133069080